Pelukan Blondo
Pelukan Blondo,
Menyisakan hangat semu.
Masih kuingat cium maut,
Buat setia,
Tak bisa cumbu lainya.
Bus penghulunya,
Truk saksinya,
Motor dan mobil tamu undangannya,
Nikah kilat aku dan kau.
Lalu,
Tubuh kita satu,
Bergumul tak tahu malu,
Jalan menjelma ranjang pengantin.
Pakaianku koyak,
Darah ngalir,
Laiknya air Progo.
Air mata bunda nyaris kering,
Lihat tubuh compang-camping,
Wajah mudaku menjelma tua,
Sesaat usai pelukanmu.
Cilik Tri Banowati
Yogyakarta, 8 April 2009
Pelukan Blondo,
Menyisakan hangat semu.
Masih kuingat cium maut,
Buat setia,
Tak bisa cumbu lainya.
Bus penghulunya,
Truk saksinya,
Motor dan mobil tamu undangannya,
Nikah kilat aku dan kau.
Lalu,
Tubuh kita satu,
Bergumul tak tahu malu,
Jalan menjelma ranjang pengantin.
Pakaianku koyak,
Darah ngalir,
Laiknya air Progo.
Air mata bunda nyaris kering,
Lihat tubuh compang-camping,
Wajah mudaku menjelma tua,
Sesaat usai pelukanmu.
Cilik Tri Banowati
Yogyakarta, 8 April 2009
Label: Literature
2 Komentar:
sebuah puisi yang (barangkali) ironis (menurut saya sih)
kok cuma ini puisinya? mana yang lain?
jadi merindukan ibu dan jadi pengen nikah
hehehehe
"Wajah mudaku menjelma tua,
Sesaat usai pelukanmu."
tragis sekali ya?
:(
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda